Saya kerap sanggup keluhan atau curhat dari orangtua tentang anak mereka yang susah fokus atau konsentrasi. Kondisi ini tentu terlalu merubah kapabilitas dan prestasi belajar anak. Orangtua didalam usaha menunjang anak mereka untuk sanggup fokus atau konsentrasi umumnya sudah jalankan banyak hal. Mulai dari mempunyai anak ke psikolog, psikiater, konseling, dan apalagi terapi. Ada yang berhasil, dan banyak yang tidak berubah. Akhirnya, baik orangtua maupun anak sama-sama frustrasi.
Lebih parah lagi, orangtua atau guru, yang bukan psikolog atau psikiater, "mendiagnosa" anak, yang belum tentu susah konsentrasi, mengalami ADD/ADHD.
Sebagai sesama orangtua, aku tentu sanggup mengetahui perasaan orangtua lain yang anaknya mengalami susah konsentrasi. Berikut ini adalah deskripsi tentang suasana susah konsentrasi yang aku pahami. Besar harapan saya, setelah baca artikel ini orangtua sanggup mendapat solusi terbaik untuk putra-putrinya yang mengalami susah konsentrasi. Dalam artikel ini aku manfaatkan kata “fokus” dan “konsentrasi” secara bergantian tetapi bersama dengan makna sama.
Pemahaman Salah tentang Konsentrasi
Dari pengalaman menangani klien anak susah konsentrasi aku sanggup pemahaman baru yang merubah paradigma aku tentang suasana susah konsentrasi yang kerap dialami anak. Seringkali label susah konsentrasi ini diberikan pada anak, oleh orangtua atau guru, sebab mereka tidak mengetahui kapabilitas fokus optimal anak.
Ceritanya begini. Saya pernah menangani klien anak, umur 4 tahun, yang katanya susah konsentrasi. Saat aku tanya Ibunya dari mana ia mengetahui anaknya susah konsentrasi, si Ibu menjawab, “Anak aku tidak sanggup belajar didalam pas lama. Paling lama cuma beberapa menit setelah itu ia tentu tidak mengikuti pelajarannya.”
“Beberapa menit ini berapa lama?” tanya saya.
“Paling lama sekitar 15 menit” jawab si Ibu.
“Yang Ibu harapkan, anak Ibu sanggup konsentrasi belajar atau mengerjakan tugas berapa lama?” tanya aku lagi.
“Saya maunya anak aku sanggup konsentrasi selama 1 jam,” jawab Ibu bersama dengan tegas.
Di peluang lain aku terhitung pernah sanggup klien murid SD kelas 1 yang dirujuk oleh kepala sekolahnya, yang kebetulan pernah baca buku saya. Masalahnya sama bersama dengan anak Ibu yang aku ceritakan di atas yakni susah konsentrasi. Guru kelasnya menyatakan bahwa anak ini konsentrasinya pendek, tidak sanggup duduk diam mengikuti pelajaran didalam pas lama.
Ada dua pertanyaan mutlak yang perlu dijawab. Pertama, apa yang dimaksud bersama dengan konsentrasi? Kedua, berapa lama pas konsentrasi yang wajar atau normal?”
Fokus atau konsentrasi adalah kapabilitas memusatkan perhatian dan anggapan pada satu objek atau kegiatan untuk pas tertentu. Lama pas fokus beragam dan terbujuk banyak faktor, terasa dari suasana lingkungan, suasana fisik dan emosi, motivasi, ketertarikan, dan target yang hendak dicapai.
Untuk mudahnya, didalam suasana normal, lama pas konsentrasi adalah sama bersama dengan umur dijadikan menit. Bila anak usianya 5 tahun maka rentang pas konsentrasi maksimal adalah 5 menit. Untuk orang dewasa maksimal 30 menit. Misal, umur orang dewasa 45 tahun, pas fokus maksimal adalah 30 menit.
Ini adalah kapabilitas fokus didalam suasana normal. Untuk fokus tentu butuh kekuatan yang besar. Dan fokus didalam pas lama akan terlalu melelahkan. Namun andaikata objek fokus, didalam perihal ini bahan ajar, berikan rasa suka atau bahagia, anak tentu sanggup fokus didalam pas yang lama.
Saya pernah mengamati murid play kelompok sekolah Anugerah Pekerti, pas itu usianya 3 tahunan, yang sanggup fokus sekitar 30 menit “belajar” matematika. Yang ia jalankan tepatnya adalah bermain sambil belajar. Tentu ia terlalu suka dan terlalu fokus. Ia terlalu tercerap didalam kegiatan yang ia jalankan dan seakan lupa bersama dengan suasana di sekelilingnya. Dan hebatnya lagi, ia jalankan kegiatan belajar ini secara mandiri, tanpa perlu tersedia guru yang mendampingi.
Saya terhitung kerap mengajukan pertanyaan selanjutnya pada orangtua, “Bapak/Ibu tadi menyatakan jika anak Anda susah konsentrasi, benar?”
“Benar,” jawab mereka.
“Kalau anak Bapak/Ibu main game sanggup berapa lama?” tanya saya.
“Wah… jika main game, dia sanggup hingga berjam-jam,” jawab mereka.
“Berarti anak Bapak/Ibu sebetulnya sanggup konsentrasi, kan?” tanya aku lagi.
Biasanya orangtua akan mengamini pertanyaan aku ini. Anak yang dikatakan tidak sanggup konsentrasi, pas belajar atau mengerjakan tugas, sanggup (sangat) fokus pas main game dan ini sanggup berlangsung lama hingga tiga atau empat jam nonstop.
Satu pertanyaan mutlak yang kerap aku tanyakan pada orangtua, dan ini bersama dengan cepat sanggup terhubung wawasan mereka, “Anak Bapak/Ibu jika belajar susah konsentrasi. Tapi mengapa jika main game sanggup konsentrasi berjam-jam?”
Biasanya, pas main game anak bukannya sanggup konsentrasi lama. Yang berlangsung adalah mereka, sebab suka dan penasaran, memaksa diri mereka untuk konsisten main. Mata anak umumnya akan lelah sekali dan kepalanya sanggup pusing.
Dalam suasana normal, pas anak fokus belajar, setelah mencapai rentang pas fokus maksimal, perumpamaan untuk anak umur 6 tahun adalah 6 menit, maka anak perlu istirahat sejenak, perumpamaan 5 menit.
Untuk orang dewasa, setelah fokus selama 30 menit perlu istirahat sekitar 10 menit. Ini perlu dilakukan rutin. Fokus, rileks, fokus, rileks.
Imprint Sulit Konsentrasi
Orangtua dan atau guru yang tidak mengetahui fokus optimal berikan label “sulit konsentrasi” pada anak. Disadari atau tidak, label ini kelanjutannya menjadi imprint. Imprint adalah sugesti yang berasal dari figur otoritas, orangtua dan terutama guru, yang masuk ke anggapan bawah mengetahui anak dan menjadi program yang mengendalikan perilakunya.
Untuk mengetahui cara kerja imprint aku akan jelaskan sekilas cara kerja pikiran. Saat lahir, bayi cuma beroperasi bersama dengan anggapan bawah sadar. Pikiran sadarnya belum aktif. Dengan demikianlah apa-pun yang dikatakan pada bayi, positif maupun negatif, segera masuk ke anggapan bawah sadarnya tanpa difilter sama sekali dan diterima sebagai kebenaran.
Selanjutnya pada umur tiga tahun anggapan mengetahui anak terasa aktif, tetapi tetap dominan beroperasi di anggapan bawah sadar. Fungsi critical factor anggapan mengetahui anak menjadi memadai kuat pas umur 12 atau 13 tahun, dan menjadi terlalu kuat di umur 17 tahun dan seterusnya. Kuatnya critical factor disebabkan anak sudah punyai banyak information atau Info sebagai pembanding atau filter pada Info yang ia menerima dari lingkungan. Dengan demikian, terasa kecil hingga umur SMP adalah era parah untuk memasukkan Info ke anggapan bawah mengetahui anak.
Saat anak tetap kecil dan orangtua atau guru berikan label “sulit konsentrasi” maka anak terlalu menjadi susah konsentrasi. Ini adalah sugesti yang menjadiself fulfilling prophecy. Anak dikatakan susah konsentrasi tentu tidak cuma sekali atau dua kali. Biasanya orangtua atau guru akan konsisten mengulangi, lebih tepatnya memperkuat, label ini di beraneka kesempatan. Dan ini semakin diperparah lagi bersama dengan orangtua yang sibuk mempunyai anaknya ke banyak ahli atau ahli untuk menunjang menangani persoalan anak yakni susah konsentrasi.
Bisa Anda bayangkan apa yang berlangsung di anggapan anak? Anak yang mula-mula tidak mengetahui apa-apa, sanggup menjadi sebetulnya tidak tersedia persoalan bersama dengan konsentrasinya, kelanjutannya terlalu yakin dan yakin bahwa benar ia sebetulnya susah konsentrasi. Dan demikianlah yang berlangsung seterusnya.
Solusinya? Orangtua atau guru perlu berhenti keseluruhan menyatakan anak susah konsentrasi dan terasa manfaatkan kata-kata (sugesti) positif seperti: Semakin hari …….. (nama anak) semakin konsentrasi belajar atau mengerjakan tugas, semakin senang, dan nikmati belajar.
Sulit Konsentrasi sebab Tidak Tertarik
Salah satu alasan utama mengapa anak susah konsentrasi pas belajar adalah sebab ia tidak tertarik atau tidak suka bersama dengan materi yang dipelajari. Jangankan anak, orangtua saja andaikata tidak tertarik atau tidak suka pada perihal yang ia pelajari tentu susah untuk konsentrasi. Ini adalah perihal yang terlalu wajar dan manusiawi. Walau dipaksa bagaimanapun, andaikata sudah tidak tertarik atau tidak suka, tentu akan terlalu susah untuk konsentrasi.
Mengapa anak tidak tertarik atau suka pada materi pelajaran tertentu?
Belajar adalah sistem yang jarang dimengerti orang awam. Kebanyakan orang berpikir pas anak pegang buku dan terasa membaca maka anak tentu belajar. Atau, guru umumnya berpikir pas mereka mengajar di depan kelas maka anak tentu belajar.
Benarkah? Belum tentu.
Belajar sebetulnya berlangsung pada tiga jenjang. Pertama, yang paling inti atau dasar adalah self system. Di atas self system tersedia meta-cognitive system Dan yang terakhir, yang tampak didalam wujud kegiatan atau kegiatan belajar, anak duduk di kursi, pegang buku, membaca, mengerjakan soal, berusaha menghapal, atau apapun, disebut cognitive system.
Dua jenjang pertama, self system dan meta-cognitive system tidak pernah sanggup dilihat kasat mata sebab ini berlangsung di didalam diri anak. Self system adalah apa yang berlangsung didalam diri anak sebelum akan ia memastikan untuk belajar. Di dalamnya terdapat komponen relevansi, emosi, perasaan mampu. Bila anak terasa apa yang ia pelajari relevan dan berguna bagi dirinya, terasa suka dan sanggup maka muncul stimulan internal yang akan mendorong akan ke tahap seterusnya yakni meta-cognitive system.
Dalam meta-cognitive system terdapat komponen goal atau target yang hendak dicapai dan determinasi untuk konsisten belajar hingga tercapai tujuan. Ini yang memicu anak konsisten stimulan dan konsisten mencoba.
Dan terakhir, cognitive system adalah kegiatan belajar. Yang tetap tampak adalah yang ini. Bila anak tidak stimulan belajar, malas, tidak fokus, susah konsentrasi, ini adalah anggota dari cognitive system. Yang perlu ditelusuri adalah apa yang memicu anak seperti ini.
Anak susah konsentrasi bukannya mereka tidak sudi konsentrasi. Bagaimana barangkali mereka konsentrasi andaikata apa yang mereka pelajari tidak menarik, mereka tidak suka, tidak relevan, dan mereka terasa tidak mampu?
Solusinya? Pastikan anak terasa materi yang ia pelajari relevan, berguna, ia terasa senang, dan sanggup sebelum akan terasa belajar.
Sulit Konsentrasi sebab Gangguan
Salah satu segi yang memicu anak susah konsentrasi adalah gangguan dari lingkungan atau suasana yang tidak mendukung. Saat belajar di rumah, sebaiknya tidak boleh tersedia gangguan seperti televisi, radio, komputer, handphone, gadget, atau apa saja yang sanggup memicu anak tidak sanggup atau susah fokus.
Yang terhitung perlu diperhatikan adalah andaikata didalam satu area tersedia dua atau lebih anak belajar. Biasanya, sebab model belajar anak berbeda, akan timbul masalah. Ada anak yang perlu suasana tenang untuk belajar. Ada yang perlu mendengar musik atau suara televisi. Bila ini berlangsung tentu anak yang butuh tenang pas belajar akan mengalami susah konsentrasi.
Dalam beberapa persoalan aku pernah menemukan tersedia anak yang belajar sambil HP-nya aktif di meja belajarnya. Saat ia terasa fokus, tiba-tiba HP-nya bunyi dan ini adalah ajakan chatting dari temannya. Ini tentu akan terlalu mengganggu konsentrasi anak. Bila dibiarkan atau dibiasakan seperti ini, anak nantinya akan telaten untuk tidak fokus pada pelajaran tetapi lebih fokus pada HP-nya.
Sulit Konstrasi sebab Kelelahan
Proses, kegiatan, dan lama pas belajar anak pas ini terlalu menguras kekuatan fisik maupun mental anak. Coba mencermati jadwal sekolah anak. Umumnya sekolah masuk jam 07.15, apalagi tersedia yang lebih awal lagi, jam 06.30 seperti di Jakarta. Bila masuknya sepagi ini artinya anak perlu bangun lebih awal lagi. Sering anak bangun bersama dengan buru-buru, tidak sempat sarapan, tetap mengantuk tetapi sudah perlu berangkat ke sekolah. Kondisi ini memicu tubuh fisik dan suasana hati anak tidak nyaman dan tentu berimbas pada kegiatan belajarnya di sekolah.
Menurut Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, jam belajar anak SD di Indonesia mencapai 1.400 jam per tahun, jauh melampaui standar belajar jam per tahun yang ditetapkan UNESCO yakni cuma 800 jam belajar.
Sedangkan biasanya jam belajar untuk anak SMP dan SMA di Indonesia, menurut UNESCO, adalah 1.680 jam atau setara bersama dengan 42 jam per minggu. Ini tentu jauh lebih lama dibandingkan bersama dengan lama pas belajar per minggu anak SMP dan SMA di Jepang yang cuma mencapai 30 jam, Perancis 32 jam, dan Australia 25 jam. Dan ini belum terhitung pas yang dihabiskan untuk les.
Rata-rata anak SD belajar di sekolah 5-7 jam per hari. Setelah pulang sekolah umumnya anak tetap belajar lagi di daerah les. Ini sanggup 3 – 4 jam lagi. Total didalam sehari anak diforsir belajar selama 8 hingga 10 jam. Bisa dibayangkan betapa lelah fisik dan mental anak. Dalam suasana kelelahan seperti ini anak tentu susah konsentrasi sebab butuh istirahat.
Sulit Konsentrasi dan Gaya Belajar
Dari cara memasukkan Info ke didalam otak, melalui lima indera, kita mengenal tersedia lima model belajar: visual (penglihatan), auditori (pendengaran), tactile/kinestetik (perabaan/gerakan), olfaktori (penciuman), dan gustatori (pengecapan). Sebenarnya tetap tersedia satu lagi cara memasukkan Info ke otak yakni melalui anggapan atau imajinasi. Namun ini jarang atau hampir tidak pernah dibahas di literatur yang pernah aku baca atau pelajari.
Dalam konteks belajar bahan ajar, yang paling kerap digunakan cuma tiga cara yakni visual (27%), auditori (34%), dan tactile/kinestetik (39%). Apa saja yang perlu diketahui orangtua dan guru tentang model belajar ini?
Biasanya kita punyai dua model belajar dominan. Misalnya, visual dan auditori, atau visual dan tactile/kinestetik, atau auditori dan tactile/kinestetik. Namun, tersedia terhitung yang dominan cuma di satu model belajar.
Anak visual belajar bersama dengan cara melihat, membaca, baik itu buku, brosur, internet, poster, mindmap, atau apa saja yang sanggup dilihat atau dibaca. Anak ini sanggup duduk diam mengikuti guru atau orangtua, dan cenderung suka mencoret-coret.
Anak auditori belajar bersama dengan pendengaran, lebih suka dengar cerita daripada membaca sendiri. Anak type ini yang umumnya suka belajar sambil ditemani ibunya. Ibu membacakan materi pelajaran, anak duduk enjoy atau berbaring, dan ia belajar bersama dengan mendengar. Dan pas dites, ia bisa. Anak auditori umumnya butuh suasana tenang untuk sanggup belajar. Bila belajar sendiri, ia akan membaca bersama dengan mengeluarkan suara sehingga sanggup mendengar apa yang ia pelajari.
Anak tactile/kinestetik belajar melalui gerakan, sentuhan, berjalan, dan mengalami. Anak ini yang umumnya dicap sebagai anak hiperaktif sebab tidak sanggup duduk diam didalam pas lama. Cara belajar efisien untuk anak ini melibatkan gerakan seperti manipulasi objek, memicu model, menggunting, menggarisbawahi, memicu mindmapping, atau apa saja yang mempunyai kandungan gerak. Bila mereka tidak mendapat peluang bergerak dan dipaksa duduk diam, pikirannya yang akan bergerak ke sana ke mari. Dan ini yang disebut bersama dengan tidak sanggup konsentrasi.
Dari tiga type model belajar, sanggup disimpulkan bahwa yang paling berpontensi menjadi anak “bermasalah” di sekolah adalah anak kinestetik sebab susah duduk diam. Guru mengajar bersama dengan cara visual dan auditori. Ini tidak sanggup mengakomodasi kebutuhan gerak anak kinestetik. Bila anak banyak bergerak, guru umumnya akan menegur atau memarahi si anak dan kelanjutannya beri label “hiperaktif”, “sulit konsentrasi”, “ADD” atau “ADHD”. Semakin anak diminta diam mengikuti pelajaran, semakin ia terasa gelisah. Konsentrasinya digunakan untuk mengendalikan tubuhnya sehingga tidak bergerak, sehingga tidak dimarahi guru, dan bukan untuk mengikuti pelajaran.
Solusinya? Beri anak peluang untuk bergerak pas belajar atau memasukkan Info ke didalam otaknya. Jangan paksa anak duduk diam, tidak boleh bergerak, apalagi didalam pas lama. Dalam belajar, libatkan anak didalam kegiatan banyak gerak.
Sulit Konsentrasi Akibat Cemas
Bayangkan Anda tengah berlangsung di taman yang indah di pagi hari nikmati hawa sejuk. Tiba-tiba, entah dari mana, muncul segerombolan anjing liar dan buas. Mereka menatap Anda dan menunjukkan sikap akan segera menyerang, menerkam, dan mengigit Anda. Apa yang Anda rasakan di tubuh dan pikiran? Anda tentu terasa terlalu takut, cemas, dan panik.
Otak segera bereaksi cepat dan hormon stres didalam kuantitas besar membanjiri diri Anda. Jantung berdetak lebih cepat, napas memburu, tangan dan kaki menjadi dingin, tungkai kaku, pupil mata melebar, dan Anda siap untuk lawan atau lari menyelamatkan diri.
Dalam suasana genting ini otak konsisten jalankan pemindaian (scanning) pada tiga perihal yang terlalu mutlak untuk keselamatan hidup: tubuh, lingkungan, dan waktu. Otak akan memeriksa suasana dan kesiapan tubuh, apa saja yang tersedia di lingkungan yang sanggup digunakan untuk menyelamatkan hidup, perumpamaan tersedia pohon atau daerah yang tinggi untuk menjauhi anjing-anjing ini, dan berapa pas yang tersedia untuk lari secepatnya ke daerah yang aman.
Dalam suasana genting tidak barangkali kita sanggup duduk tenang, fokus pada satu perihal saja. Dengan kata lain tidak barangkali kita sanggup konsentrasi atau fokus.
Ditinjau dari gelombang otak, pas didalam suasana kuatir atau cemas, gelombang otak dominan aktif adalah beta tinggi. Untuk sanggup fokus atau konsentrasi yang diperlukan adalah beta rendah, pada kisaran 13-15 Hz.
Lalu, apa pertalian pada cerita di atas bersama dengan anak susah konsentrasi?
Salah satu sebab anak susah konsentrasi, dan ini jarang disadari orangtua, adalah sebab anak terasa khawatir atau takut. Anak sendiri tidak mengetahui bahwa ia khawatir atau kuatir sebab sebetulnya tetap terlalu kecil untuk mengetahui perihal ini. Saat anak khawatir atau takut, ia mengalami perihal yang sudah aku ceritakan di atas. Pikirannya tidak sanggup fokus dan konsisten jalankan pemindaian. Perilaku ini yang dinamakan ADD/ADHD.
Pertanyaan mutlak seterusnya adalah mengapa atau apa yang memicu anak khawatir atau takut?
Satu yang paling diperlukan anak adalah rasa aman. Bila rasa aman ini tidak ia dapatkan maka tentu timbul rasa cemas. Kecemasan anak sanggup berawal sejak didalam kadar ibu. Saat ibu mempunyai kandungan dan mengalami beraneka emosi negatif, perumpamaan marah, cemas, takut, kecewa, sedih, terluka, atau perasaan negatif lain, tubuh ibu menghasilkan hormon stres. Hormon stres ini terhitung masuk ke didalam tubuh anak dan merubah perkembangan otak anak yang berguna untuk kendali diri dan konsentrasi yakni prefrontal cortex kiri, lebih tepatnya orbitofrontal cortex.
Cemas pada anak terhitung sanggup berlangsung akibat sistem tumbuhkembang yang tidak kondusif. Misalnya, anak tumbuh didalam keluarga yang tidak harmonis, orangtua kerap ribut, anak kerap ditinggal atau diabaikan, jarang diajak bicara, anak kerap dipukul, jarang atau tidak pernah dibelai, diberi kasih sayang. Kurangnya kasih sayang ini memicu anak terasa khawatir dan muncul didalam perilakunya. Anak terhitung sanggup terasa khawatir dan kuatir sebab sekolah, sanggup sebab guru, rekan kelas, akibat perundungan (bullying), atau sebab tidak menguasai materi pelajaran.
Untuk menangani perihal ini sudah pasti perasaan khawatir atau kuatir didalam diri anak perlu dinetralisir. Selanjutnya anak perlu beroleh rasa aman, perhatian, dukungan, kasih sayang, cinta. Bila anak terasa dicintai, kerap diberi sentuhan kasih sayang secara fisik, maka otaknya akan menghasilkan hormon oksitosin yang terlalu baik untuk menunjang perkembangan orbitofrontal cortex.
Satu Info bagus untuk para ibu yang tengah hamil. Usahakan untuk melahirkan secara normal. Saat sistem persalinan normal tubuh ibu akan mengalami semburan oksitosin, yang tentu akan masuk terhitung ke tubuh anak dan berikan pengaruh positif. Hal ini tidak berlangsung didalam persalinan bersama dengan operasi.
Cemas anak terhitung sanggup berasal dari orangtua, terutama ibu. Bila ibu kerap terasa cemas, kerap menceritakan perasaan cemasnya pada si anak, kerap melarang, ini tidak boleh, itu tidak boleh, atau anak lihat prilaku atau bahasa tubuh ibu yang menunjukkan kecemasan, disadari atau tidak, kekuatiran ini terhitung masuk ke didalam diri anak.
Sulit Konsentrasi sebab Energi Berlebih
Ada anak yang punyai kekuatan berlebih didalam tubuhnya. Anak type ini tentu tidak sanggup duduk diam didalam pas lama. Ia tentu gelisah sebab tersedia desakan dari didalam untuk bergerak, mengeluarkan energi. Orangtua atau guru yang tidak mengetahui perihal ini akan menyebut anak susah konsentrasi.
Energi yang besar didalam diri anak sebetulnya adalah berkah luar biasa yang andaikata disalurkan bersama dengan benar akan terlalu positif bagi tumbuh-kembang anak. Anak, pas tetap kecil, butuh kekuatan besar untuk menjelajahi dunia sekitarnya, untuk menyempurnakan dirinya. Dorongan untuk bergerak mempunyai tujuan untuk melatih koordinasi otot-otot besar, motorik kasar, sehingga bekerja bersama dengan baik. Energi yang tidak terpakai akan menumpuk di didalam badan dan memicu anak gelisah.
Salah satu murid SD Anugerah Pekerti pernah mengalami perihal ini. Anak ini cerdas dan rajin. Namun, kadang ia terasa susah konsentrasi. Ia terasa tersedia kekuatan berlebih didalam dirinya. Bila terasa susah konsentrasi ia minta ijin guru untuk muncul kelas dan lari mengitari lapangan beberapa kali. Setelahnya ia lagi masuk kelas dan sanggup duduk bersama dengan tenang, nyaman, dan sanggup mencermati materi yang dijelaskan gurunya bersama dengan terlalu baik.
Di era kecil aku dulu, pas tetap di SD, aku tidak pernah menemukan tersedia rekan yang susah konsentrasi sebab kekuatan berlebih. Setelah aku ingat-ingat lagi ternyata pernah pas kecil kita banyak bergerak, bermain, kejar-kejaran, panjat pohon, lompat tali, main petak umpet, main bola, menyusuri sungai, menangkap ikan, berenang, dan permainan lain yang butuh gerak dan memadai menguras energi. Setiap sore kita kumpul di lapangan dan bermain. Tanpa disadari, kegiatan yang kita jalankan ternyata terlalu menguras energi.
Kondisi saat ini terlalu beda. Anak saat ini yang bergerak adalah ibu jarinya yang digunakan main game. Anak sudah terlalu jarang berlari di lapangan, kejar-kejaran atau main bola. Itu sebabnya tersedia banyak kekuatan menumpuk di tubuh anak.
Solusinya? Beri anak kegiatan yang menguras energinya. Tentunya kegiatan yang anak suka, andaikata bersepeda, lari, renang, olahraga beladiri, main piano, main basket, futsal, badminton, panjat tebit, atau yang lain. Setelah energinya terkuras anak tentu menjadi tenang.
ADHD
Saya sengaja memasang ADHD pada anggota terakhir artikel ini. Tujuannya adalah agar, setelah membaca deskripsi di atas, orangtua dan guru mengetahui mengapa anak mengalami susah konsentrasi dan tidak serampangan melabel anak bersama dengan ADHD.
ADHD adalah attention deficit/hyperactivity disorder. Attention deficit artinya gangguan pemusatan perhatian. Sedangkan hyperactivity adalah prilaku hiperaktif. Ada terhitung yang mengalami baik attention deficit dan sekaligus hyperactivity.
Penjelasan selanjutnya dimaksud untuk berikan Info dan pengetahuan, bukan untuk diagnosa. Untuk menegaskan apakah anak mengalami ADHD perlu bantuan profesional terlatih.
ADHD sanggup berlangsung pada anak hingga umur 12 tahun. Karakteristik ADHD, menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5) yang diterbitkan Mei 2013, menunjukkan bahwa orang yang mengalami ADHD menunjukkan pola persisten gangguan perhatian, dan atau hiperaktivitas dan impulsive yang mengganggu prilaku atau perkembangan. Untuk sanggup disebut mengalami ADHD haruslah memenuhi persyaratan berikut:
1. Perhatian
Enam atau lebih gejala yang menunjukkan ketidakmampuan memusatkan perhatian pada anak berusia hingga 16 tahun, atau lebih dari lima atau lebih gejala pada remaja umur 17 tahun dan lebih tua, dan orang dewasa; simtom tidak sanggup memusatkan perhatian perlu dialami minimal selama 6 bulan, dan gejala ini tidak cocok bersama dengan jenjang perkembangan anak:
o Sering gagal memusatkan perhatian pada perihal kecil atau memicu kekeliruan yang serampangan (tidak hati-hati) didalam pekerjaan sekolah, pekerjaan / kegiatan lain.
o Sering susah mempertahankan perhatian pas jalankan tugas / kegiatan bermain
o Sering seperti tidak mendengarkan pas diajak berkata langsung
o Sering tidak mengikuti panduan dan gagal merampungkan pekerjaan sekolah dan tugas.
o Sering susah menyesuaikan tugas dan kegiatan
o Sering menghindar, tidak suka, atau enggan jalankan tugas yang butuh usaha mental didalam pas lama (seperti PR atau tugas).
o Sering menghilangkan benda yang diperlukan untuk jalankan tugas dan kegiatan (misal: pensil, buku, perkakas, dompet, kunci, kacamata, handphone, dll)
o Perhatiannya ringan teralihkan sebab pengaruh dari luar.
o Sering lupa (dalam kegiatan sehari-hari).
2. Hiperaktivitas dan Impulsive
Enam atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsive pada anak hingga umur hingga 16 tahun, atau lebih dari lima atau lebih gejala pada remaja umur 17 tahun dan lebih tua, dan orang dewasa; simtom hiperaktivitas-impulsive perlu dialami minimal selama 6 bulan hingga pada taraf mengganggu dan tidak cocok bersama dengan jenjang perkembangan anak:
o Tangan dan kaki tidak sanggup diam, atau tidak sanggup duduk diam/tenang di kursi.
o Sering meninggalkan daerah duduk pas dikehendaki tetap duduk.
o Sering berlari-lari / memanjat didalam suasana yang tidak cocok (remaja atau dewasa terasa gelisah).
o Sering tidak sanggup bermain atau turut kegiatan enjoy bersama dengan tenang.
o Sering konsisten bergerak, melakukan tindakan seolah digerakkan oleh mesin.
o Sering berkata berlebihan
o Sering melontarkan jawaban sebelum akan tuntas mendengar pertanyaan.
o Sering susah tunggu giliran.
o Sering menyela / memaksakan diri pada orang lain (misal : memotong percakapan/mengganggu permainan).
Selain syarat di atas, untuk sanggup dikatakan mengalami ADHD perlu memenuhisyarat berikut:
o Beberapa gejala tidak sanggup fokus atau hiperaktiv-impulsif berlangsung sebelum akan umur 12 tahun.
o Beberapa gejala muncul di dua daerah atau lebih (misal: di tempat tinggal atau kerja; bersama dengan rekan atau keluarga, di kegiatan-kegiatan lain)
o Ada bukti nyata bahwa gejala-gejala ini merubah dan mengganggu, atau kurangi mutu kegunaan sosial, sekolah, atau kerja.
o Gejala-gejala selanjutnya tidak disebabkan gangguan lain: skizofrenia / psikotik dan tidak merupakan akibat dari gangguan mental lain seperti gangguan khawatir atau gangguan kepribadian.